Rabu, 26 September 2007

PESONA KAWASAN KONSERVASI MANGROVE DAN BEKANTAN (KKMB) DI TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR

KKMB (Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan) di Tarakan sampai saat ini merupakan satu-satunya di Indonesia yang lokasinya di pusat kota. Kawasan ini telah dilengkapi berbagai sarana yang diperuntukkan untuk kenyamanan pengunjung maupun penghuni KKMB berupa berbagai fauna dan flora khas hutan mangrove. Di antaranya adalah jembatan kayu ulin, menara pengamat, gazebo, perpustakaan, dan karantina untuk pemeriksaan kesehatan hewan, khususnya bekantan.

Jembatan ulin yang dibangun atas prakarsa Dr Jusuf S.K., sengaja dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada batang pohon yang ditebang. Sehingga kadang-kadang tidak lurus, tapi meliuk-liuk di sela sela pohon bakau. Dengan lebar 2 meter, jembatan kayu ulin tersebut kini panjangnya mencapai 2.400 meter, sehingga setiap saat memudahkan pengunjung untuk berkeliling, melakukan pengamatan, melukis, memotret, dan lain- lain. Demikian juga menara (tower) pengamat setinggi 16 meter, dengan kapasitas sekitar 10 orang, terbuat kayu ulin, disediakan untuk pengunjung yang ingin melihat dari atas keindahan KKMB, pesisir laut, dan sebagian sudut kota Tarakan.

Tidaklah berlebihan bila dikatakan KKMB di Tarakan ini sangat unik dan menarik. Diantara keunikannya adalah lokasinya yang berada di pusat kota, berdampingan dengan pusat perbelanjaan modern, serta hutan mangrove yang alami. Tidak hanya itu, yang juga unik dan menarik adalah keberadaan satwa langka endemik Kalimantan yang dilindungi yaitu monyet bekantan yang hidup bebas, bergelantungan, dan meloncat dari pohon ke pohon sebagai salah satu keindahan ciptaan Tuhan.
Dibandingkan dengan jenis monyet atau kera lainnya, hidung monyet bekantan atau Nasalis larvatus ini mungkin paling gede. Hidung sang jantan utamanya menggantung seakan-akan gelayut dan jatuh menutup bibir, mirip buah terong yang besar membengkak ujungnya. Semakin dewasa hidung untuk sang jantan kian molor sampai sekitar 7,5 sentimeter dan tidak heran kalau pakar primata asing menjulukinya proboscis monkey atau monyet berbelalai.
Hewan yang hanya ada di Kalimantan ini juga bernama lokal bekara, raseng, pika, batangan, atau kahau. Malah di Kalimatan Selatan bekantan dijuluki juga warik walanda atau monyet belanda karena kemancungan hidungnya dan juga warna bulu di kepala serta punggung yang kuning coklat kemerahan itu. Monyet ini memiliki panjang ekor yang melebihi panjang tubuhnya dan hanya yang jantan berhidung mancung "belanda" . Saat ini populasi bekantan di KKMB ada 47 ekor, 14 ekor diantaranya lahir di KKMB. Mereka terbagi dalam 3 kelompok dan tidak jarang terjadi perkelahian antar pimpinan kelompok yang memperebutkan posisi ”kepala suku” bekantan di kawasan tersebut. Konon sang “kepala suku” bekantan itu harus perkasa luar dalam karena hanya dia yang boleh mengawini semua betina dalam kelompoknya. Pejantan dewasa lainnya harus taat dan patuh sebagai anak buah.

Bagi pengunjung yang ingin mengetahui tingkah laku kawanan bekantan , si monyet belanda, maka disarankan untuk hunting dengan kamera video atau photo, lebih baik bila dilengkapi dengan tele, dari sejak jam 7 pagi hingga jam 6 sore. Pengunjung maupun kru TV banyak yang melakukan hal tersebut antara lain tim televisi Jerman, Trans TV, Trans 7, TVRI dan lain-lain.

Keunikan dan pesona KKMB bukan hanya ”monyet belanda” nya, tetapi juga panorama atau view perpaduan suasana alam laut dan hutan mangrove yang dinamis dengan segala kekayaan flora dan faunanya. Perpaduan yang dinamis tersebut menghasilkan 3 view (panorama) yang berbeda yang masing-masing mempunyai keindahan tersendiri.

Panorama pertama ketika air surut, kita bisa melihat keindahan pohon bakau dari pucuk pohon sampai ke akar-akar tunjang yang berjuntai mencengkeram tanah berlumpur. Sementara itu para bekantan dan kera ekor panjang (Macaca fascicularis) bermain di antara perakaran pohon-pohon bakau (Rhizopora sp) sambil mencari ikan dan kepiting. Pada saat air surut akan nampak pula gundukan-gundukan tanah ”istana kepiting”. Kepiting yang aneka warna, ada yang merah, merah kehitaman, ungu, jingga, hijau, kuning, oranye, dll dapat kita temukan di sekitar aliran sungai di tengah KKMB. Setidaknya ada 13 spesies kepiting yang hidup di KKMB telah diidentifikasi oleh WWF Kayan Mentarang di Tarakan.

Ketika air surut kita dapat juga mengamati ikan ”unik” yang dikenal sebagai ikan gelodok atau tempakul (nama lokal) atau mudskipper (Periopthalmus sp) berlompatan, ber-tarung, sembunyi di lumpur atau ”memanjat” pohon bakau. Tak jarang ikan ini mengeluarkan suara ”klok-klok-klok” yang cukup keras sehingga menciptakan suasana khas pesisir. Ada beberapa spesies ikan jenis ini yang dapat kita lihat. Menurut seorang tamu dari Korea, ikan jenis ini di Hongkong disajikan di restoran-restoran mewah sebagai menu spesial yang cukup mahal. Konon berkhasiat pula untuk obat antara lain penyakit asma, bahkan, pernah ada sebuah perusahaan di Tarakan yang mengekspor ikan tempakul ini.

Panorama kedua adalah ketika air mulai pasang kira-kira setinggi 60 cm dari dasar pantai. Pada saat itu, kita bisa melihat ular-ular laut berenang, ikan julung-julung, dan berbagai biota laut lain. Pada saat-saat tertentu kita bisa lihat pula kawanan berang-berang laut yang jumlahnya kadang mencapai ratusan masuk dari laut ke KKMB. Ini juga saat yang tepat bagi pengunjung yang tertarik untuk mendapatkan pengalaman (experience) unik yang berkesan, yaitu menangkap kepiting dengan alat tradisional ”ambau”. ”Ambau” adalah sejenis perangkap kepiting yang sederhana tetapi praktis.

Panorama yang ketiga adalah ketika air pasang naik maksimal, sekitar 10 cm di bawah jembatan ulin. Kita seolah-olah berada di lautan di antara tegakan-tegakan berbagai spesies pohon mangrove yang asri. Mengingat sistem pasang surut di Pulau Tarakan terjadi dua kali dalam sehari, pagi dan sore, maka ketiga panorama tersebut masing-masing tentu mempunyai dua variasi pagi dan sore hari.

Pada saat pagi hari, menjelang matahari terbit riuh kicau burung terdengar bersahutan. Demikian juga pada saat sore menjelang matahari terbenam, walaupun tidak seramai pada pagi hari. Dari hasil inventarisasi selama 1 minggu oleh Tim WWF dibawah pimpinan Ign Sutedja, diperolah data bahwa ada sekitar 32 spesies burung yang tinggal atau sering singgah di KKMB. Diantaranya adalah Elang Bondol (Haliastur indus) dan Burung Raja Udang Biru (Halcyon chloris). Elang Bondol kadang menjadi musuh induk bekantan yang baru melahirkan bayinya, karena bila sang induk bekantan lengah, bayi bekantan yang baru lahir dapat menjadi mangsa yang empuk bagi Elang sang pemangsa. Sedangkan Raja udang merupakan salah satu burung pemangsa udang yang ada di KKMB.

Multi Fungsi KKMB

KKMB yang semula sempat hanya akan dijadikan hutan kota mangrove yang berfungsi sebagai tambahan paru-paru kota, karena perhatian yang penuh dari Dr Jusuf S.K., kini telah berkembang untuk berbagai kepentingan. Yang paling menonjol adalah untuk ekowisata atau wisata alam, untuk wahana pendidikan lingkungan hidup, untuk penelitian, disamping fungsi ekonomis dan ekologis lingkungan pesisir laut.

Sebagai obyek ekowisata, KKMB telah menjadi alternatif utama baik bagi masyarakat kota maupun para wisatawan dari luar Kota Tarakan, terutama bagi mereka yang ingin melihat kehidupan monyet langka tersebut dan habitat aslinya yaitu hutan mangrove. Akses yang sangat mudah dan lokasinya yang di pusat kota, sarana yang cukup lengkap, menjadikan KKMB mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan dan tamu-tamu yang berkunjung ke Tarakan. Di KKMB pengunjung dapat menemui Dullah Kadir yang bertindak sebagai pemandu wisata KKMB, dan pengawas lapangan untuk memperoleh berbagai informasi yang menyangkut KKMB, sedangkan penanggung jawabnya adalah Camat Tarakan Barat.

Bila di Jakarta para pejuang-pejuang lingkungan yang tergabung dalam komunitas Green Monster masih harus ”repot-repot” menggiring anak-anak sekolah ke kawasan hutan bakau SMMA (Suaka Margasatwa Muara Angke), dan masih bermimpi untuk membuat jembatan kayu, sebaliknya di Tarakan, guru-guru dan anak didik dari tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Menengah Atas, bahkan mahasiswa dari Perguruan Tinggi yang ada, telah secara aktif memanfaatkan KKMB untuk belajar memahami dan mencintai lingkungan hidup dan melakukan penelitian karena sarana yang cukup lengkap dan akses yang sangat mudah.

Tanpa disadari, KKMB bahkan telah berkembang sebagai obyek studi banding dari berbagai kalangan LSM lingkungan hidup, anggota-anggota DPRD, maupun aparat pemerintah dari pusat maupun berbagai daerah di Indonesia. Tercatat diantaranya adalah Ketua DPD RI, Bapak Ginanjar Kartasasmita, Bapak Try Sutrisno, Menteri Kehutanan; MS Ka’ban, Sekretaris Menteri Negara Lingkungan Hidup, Duta Besar Khusus PBB untuk MDGs di Asia Pasifik; Ibu Erna Witoelar, Duta ITTO, pernah berkunjung ke hutan konservasi mangrove tersebut. Banyak pula pemerintah daerah lain yang melakukan studi banding antara lain dari Kalimantan Selatan, Jawa, Sulawesi bahkan dari Papua. Bahkan pada tanggal 23 April 2006 Menteri Negara Lingkungan Hidup; Bapak Rahmat Witoelar beserta rombongan juga menyempatkan diri untuk mengunjungi KKMB ini.

Hampir semua pengunjung KKMB, apalagi yang dari luar Kota Tarakan, lebih khusus lagi yang dari manca negara memberikan komentar yang sangat baik atas keberadaan KKMB ini. Salah satunya adalah Ibu Erna Witoelar, yang saat ini menjabat Duta Besar Khusus PBB untuk Program MDGs (Millennium Development Goals) Kawasan Asia Pasifik. Beliau waktu itu kebetulan masuk KKMB sore hari, sehingga suasana temaram menambah kuat kesan hutan yang masih alami. Saking terkesannya merasakan suasana paduan hutan dan laut, beliau terasa enggan untuk keluar dari KKMB, dan ketika keluar dari KKMB beliau terkaget-kaget lagi, karena dari suasana hutan yang masih alami langsung berada di pusat keramaian kota. Tidak ketinggalan Menteri Veteran Australia juga sangat terkesan ketika berada di sana.

Dalam rangka upaya pelestarian dan pengembangan ke depan saat ini sedang diupayakan pengembangan KKMB seluas 12 Ha. Dimana lokasi tersebut telah dibebaskan oleh pemerintah Kota seharga 4 Milyar rupiah, yang tadinya akan diperuntukkan pembangunan ± 250 unit rumah Menengah ke atas, namun karena melihat terjadinya vegetasi mangrove secara alami di kawasan tersebut, Pemerintah Kota dan DPRD menyepakati perluasan KKMB. Hal tersebut telah terlaksana dengan dukungan dana dari Nichirei Fresh Inc. dan PT. Mustika Aurora dan telah diresmikan pada tanggal 6 Desember 2006.

Tanpa disadari pula KKMB kini telah berkembang sebagai salah satu ikon ekowisata Kota Tarakan. Maka bila Anda sempat ke Kota Tarakan, pintu gerbang Kalimantan Timur bagian utara, luangkan waktu untuk mengunjungi dan menikmati pesona dan keunikan KKMB. (Jusuf SK & Subono Samsudi)

Senin, 10 September 2007

Ijin Sumur ke 3 Provident Masih di Kaji

Sabtu, 8 September 2007
Pemerintah kota Tarakan masih mengkaji ijin lokasi pengeboran sumur ke tiga Provident. Tim gabungan pemkot, juga melakukan investigasi di lapangan. Baik dari titik koordinat, luasan dan titik tapak yang dimohon, tata ruang, kehutanan, serta dampak lingkungan. Pemerintah juga konsisten dengan kebijakan terdahulu. Yakni menjaga kelestarian lingkungan pulau Tarakan, serta pengendalian eksplorasi kehutanan dan pertambangan.
Lokasi pengeboran seluas sekitar 7 hektar. Terdapat di luar hutan lindung dan berjarak beberapa ratus meter dari sumur kedua di Juata Laut. Sumur ketiga juga bagian alur sumur kedua. Rapat koordinasi permohonan ijin lokasi pengeboran sumur tiga Provident dipimpin Asisten Pemerintahan dan dihadiri seluruh anggota tim terdiri Bappeda, Lisda, Tata Kota, Pemerintah dan Kecamatan. Ijin lokasi yang diajukan saat ini masih dalam kajian, baik admistratif, yudiris maupun kajian lapangan. PT Nirmala Matranusa selaku pengebor juga telah melampirkan UPL dan UKL. (Slamet Pratama, Seno) – TTV

DPRD Menyarankan Tidak Membentuk BUMD Migas

Jumat, 10 Agustus 2007
Pendapatan minyak dan gas di Tarakan tahun 2006, mencapai 452 miliar rupiah atau hampir 200 persen dibanding target awal. Ini menunjukkan pendapatan migas di Tarakan masih sangat besar. Data Dinas Pendapatan Daerah Tarakan menunjukkan pendapatan migas di Tarakan setiap tahun mengalami peningkatan. Tahun 2005 pendapatan minyak mencapai 92 miliar dari target awal 60 miliar rupiah. Sedangkan dari sektor gas mencapai 241 miliar dari target 154 miliar rupiah.

Tahun 2006 pendapatan migas Tarakan terus meningkat. Target awal minyak sebesar 67 miliar ternyata tercapai pendapatan 124 miliar. Begitu pula dengan pendapatan gas dari target 188 miliar berhasil menembus pendapatan 328 miliar rupiah. Hasil pajak migas pun ikut meningkat. Tahun 2005 hasil pajak migas Tarakan mencapai 75 miliar rupiah. Sedangkan di tahun 2007 sebesar 103 miliar rupiah.

Cadangan minyak di Tarakan saat ini masih sebesar 451 miliar barrel. Sedangkan cadangan gas sebesar 119 miliar kubik kaki gas. Produksi minyak Tarakan mencapai 2 ribu barrel per hari sementara produksi gas alam 24 kubik kaki per hari.

DPRD menyarankan pemerintah tidak membentuk BUMD migas, karena biayanya sangat besar. Lebih baik menyertakan modal atau membeli saham tanpa ikut mengelola blok migas yang ada di Tarakan. DPRD memperkirakan pembentukan badan usaha milik daerah, atau BUMD yang mengelola blok migas bakal menelan anggaran melebihi kemampuan APBD kota. Langkah terbaik dengan hanya menyertakan modal atau saham sebesar 10 persen di PT MEDCO E&P dan PROVIDENT.
Sedangkan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya pada perusahaan migas. Seperti diketahui pemerintah kota kini bisa meningkatkan pendapatan asli daerah dengan membentuk BUMD migas. ini merupakan hasil rapat kerja forum komunikasi daerah penghasil migas di Bali beberapa waktu lalu. DPRD mengingatkan pemerintah agar berhati-hati bila ingin menyertakan modal. Sebab investasi hanya berlaku pada blog migas yang masih dalam tahap eksplorasi. Modal bakal hilang bila hasil eksplorasi tidak menemukan kandungan migas seperti yang diharapkan.(Ronny Meranda, Ridwan Arief, Rustan & Jumadi) – TTV

Minggu, 02 September 2007

Berita SKH Radar Tarakan

Jumat, 31 Agustus 2007
Izin Menteri Hanya untuk Wilayah Tertentu
Subono : Eksplorasi Tidak sampai ke Hutan Lindung yang Ditetapkan Menhut

Terjadinya kesimpangsiuran mengenai perizinan eksplorasi batu bara di Tarakan, diluruskan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (Lisda) Kota Tarakan, Ir Subono MT. Menurutnya, untuk skala hingga 2.000 hektare, pemkot lah yang berhak mengeluarkan izin ekplorasi. Apalagi kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung itu hanya ketetapan pemkot, bukan menteri. “Ini sesuai dengan perundangan-undangan sejak otonomi daerah,” katanya kepada Radar Tarakan kemarin.

Menurutnya, izin eksplorasi baru harus meminta izin Departemen Kehutanan (Dephut) jika terdapat wilayah yang akan ditambang melewati wilayah hutan lindung dan hutan produksi yang ditetapkan oleh menteri kehutanan atau menteri pertanian. “Nah itulah yang harus mendapatkan izin resmi dari Dephut. Saya sudah ke Dephut untuk berkonsultasi masalah ini,” katanya. Bahkan menurutnya, kalaupun tetap “memakan” wilayah hutan lindung atau produksi, pihak yang melakukan eksplorasi bisa mengajukan izin kepada menteri.

“Izin menteri itu untuk hutan-hutan yang telah ditetapkan menteri kehutanan. Baik itu hutan produksi, maupun hutan lindung. Namun eksplorasi yang kita lakukan inikan tidak sampai ke hutan lindung yang ditetapkan menteri kehutanan,” ungkapnya.

Lalu, apakah dengan eksplorasi ini harus mengubah RT/RW (rencana tata ruang) kota? Subono memastikan hal itu tak perlu terjadi. Karena saat ini masih dalam tahap penelitian, dan tidak ada kegiatan. Lagipula, dalam eksplorasi ini tidak perlu menebang pohon sama sekali. “Sayang kalau diubah, kan semuanya belum pasti,” jawabnya. “Kalau ini jadi mungkin saja. Tapi kalau tidak, apa RT/RW harus kita revisi lagi,” tandasnya.

Dijelaskannya, saat ini eksplorasi yang dilakukan masih di bawah permukaan, dan harus dibuktikan dulu kandungan batu baranya. Kalau sudah terbukti menjadi cadangan, dan potensial ditambang, mungkin saja diubah RT/RW. “Kalau memang sudah dapat dipastikan berapa jumlahnya, berapa luasannya, dan kandungannya, maka daerah tersebut diubah RTRW-nya. Dan dialokasikan untuk kawasan wilayah pertambangan,” sahutnya. (ddq)